Pengertian
penalaran, proposisi, inferensi, implikasi, evidensi, cara menguji data, fakta dan otoritas
A.
PENALARAN
Penalaran adalah proses berpikir yang
bertolak dari pengamatan indera(pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah
konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk
proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui
atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya
tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar. Dalam penalaran, proposisi
yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil
kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence). Hubungan antara premis dan
konklusi disebut konsekuensi.
Macam-macam Penalaran, Penalaran ada
dua jenis yaitu :
1. Penalaran Induktif
Penalaran induktif adalah penalaran yang memberlakukan atribut-atribut
khusus untuk hal-hal yang bersifat umum (Smart,1972:64). Penalaran ini lebih
banyak berpijak pada observasi inderawi atau empiri. Dengan kata lain penalaran
induktif adalah proses penarikan kesimpulan dari kasus-kasus yang bersifat
individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum.(Suriasumantri,
1985:46). Inilah alasan eratnya kaitan antara logika induktif dengan istilah
generalisasi.
Contoh :
-Harimau berdaun telinga berkembang
biak dengan melahirkan
-Ikan Paus berdaun telinga berkembang
biak dengan melahirkan
kesimpulan ---> Semua hewan yang
berdaun telinga berkembang biak dengan melahirkan
2. Penalaran Deduktif
Penalaran deduktif dibidani oleh filosof Yunani Aristoteles merupakan
penalaran yang beralur dari pernyataan-pernyataan yang bersifat umum menuju
pada penyimpulan yang bersifat khusus. Sang Bagawan Aristoteles (Van Dalen:6)
menyatakan bahwa penalaran deduktif adalah, ”A discourse in wich certain things
being posited, something else than what is posited necessarily follows from
them”. pola penalaran ini dikenal dengan pola silogisme. Pada penalaran
deduktif menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya
dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus.
Corak berpikir deduktif adalah silogisme kategorial, silogisme
hipotesis, silogisme alternatif. Dalam penalaran ini tedapat premis, yaitu
proposisi tempat menarik kesimpulan. Untuk penarikan kesimpulannya dapat
dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Penarikan kesimpulan secara
langsung diambil dari satu premis,sedangkan untuk penarikan kesimpulan tidak
langsung dari dua premis.
Contoh :
-Laptop adalah barang elektronik dan
membutuhkan daya listrik untuk beroperasi
-DVD Player adalah barang elektronik
dan membutuhkan daya listrik untuk beroperasi
kesimpulan ---> semua barang elektronik membutuhkan daya listrik
untuk beroperasi
B.
PROPOSISI
Proposisi adalah pernyataan tentang
hubungan yang terdapat di antara subjek dan predikat. Dengan kata lain,
proposisi adalah pernyataan yang lengkap dalam bentuk subjek-predikat atau
term-term yang membentuk kalimat. Kaliimat Tanya,kalimat perintah, kalimat
harapan , dan kalimat inversi tidak dapa disebut proposisi . Hanya kalimat
berita yang netral yang dapat disebut proposisi. Tetapi kalimat-kalimat itu
dapat dijadikan proposisi apabila diubah bentuknya menjadi kalimat berita yang
netral.
Jenis-Jenis Proposisi
Proposisi dapat dipandang dari 4
kriteria, yaitu berdasarkan :
1. Berdasarkan bentuk
2. Berdasarkan sifat
3. Berdasarkan kualitas
4. Berdasarkan kuantitas
Berdasarkan bentuk, proposisi dapat
dibagi menjadi 2, yaitu :
a) Tunggal adalah proposisi yang terdiri
dari satu subjek dan satu predikat atau hanya mengandung satu pernyataan.
Contoh :
• Semua petani harus bekerja keras.
• Setiap pemuda adalah calon pemimpin.
b) Majemuk atau jamak adalah proposisi
yang terdiri dari satu subjek dan lebih dari satu predikat.
Contoh :
• Semua petani harus bekerja keras dan
hemat.
• Paman bernyanyi dan menari.
Berdasarkan sifat, proporsis dapat
dibagi ke dalam 2 jenis, yaitu:
a) Kategorial adalah proposisi yang
hubungan antara subjek dan predikatnya tidak membutuhkan / memerlukan syarat
apapun.
Contoh:
• Semua kursi di ruangan ini pasti
berwarna coklat.
• Semua daun pasti berwarna hijau.
b) Kondisional adalah proposisi yang
membutuhkan syarat tertentu di dalam hubungan subjek dan predikatnya. Proposisi
dapat dibedakan ke dalam 2 jenis, yaitu: proposisi kondisional hipotesis dan
disjungtif.
Contoh proposisi kondisional:
• jika hari mendung maka akan turun
hujan
Contoh proposisi kondisional
hipotesis:
• Jika harga BBM turun maka rakyat
akan bergembira.
Contoh proposisi kondisional
disjungtif:
• Christiano ronaldo pemain bola atau
bintang iklan.
Berdasarkan kualitas, proposisi juga
dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:
a) Positif(afirmatif) adalah proposisi
yang membenarkan adanya persesuaian hubungan antar subjek dan predikat.
Contoh:
• Semua dokter adalah orang pintar.
• Sebagian manusia adalah bersifat
sosial.
b) Negatif adalah proposisi yang
menyatakan bahawa antara subjek dan predikat tidak mempunyai hubungan.
Contoh:
• Semua harimau bukanlah singa.
• Tidak ada seorang lelaki pun yang
mengenakan rok.
Berdasarkan kuantitas., proposisi
dapat dibedakan ke dalam 2 jenis, yaitu:
a) Umum adalah predikat proposisi
membenarkan atau mengingkari seluruh subjek.
Contoh:
• Semua gajah bukanlah kera.
• Tidak seekor gajah pun adalah kera.
b) Khusus adalah predikat proposisi
hanya membenarkan atau mengingkari sebagian subjeknya.
Contoh:
• Sebagian mahasiswa gemar olahraga.
• Tidak semua mahasiswa pandai
bernyanyi.
C. Inferensi
Inferensi merupakan sebuah
pekerjaan bagai pendengar (pembaca) yang selalu terlibat dalam tindak tutur
selalu harus siap dilaksanakan ialah inferensi. Inferensi dilakukan untuk
sampai pada suatu penafsiran makna tentang ungkapan-ungkapan yang diterima dan
pembicara atau (penulis). Dalam keadaan bagaimanapun seorang pendengar
(pembaca) mengadakan inferensi. Pengertian inferensi yang umum ialah proses
yang harus dilakukan pembaca (pendengar) untuk melalui makna harfiah tentang
apa yang ditulis (diucapkan) samapai pada yang diinginkan oleh saorang penulis
(pembicara).
Inferensi atau kesimpulan sering
harus dibuat sendiri oleh pendengar atau pembicara karena dia tidak mengetahui
apa makna yang sebenarnya yang dimaksudkan oleh pembicara/penulis. Karena jalan
pikiran pembicara mungkin saja berbeda dengan jalan pikiran pendengar, mungkin
saja kesimpulan pendengar meleset atau bahkan salah sama sekali. Apabila ini
terjadi maka pendengar harus membuat inferensi lagi. Inferensi terjadi jika
proses yang harus dilakukan oleh pendengar atau pembaca untuk memahami makna
yang secara harfiah tidak terdapat pada tuturan yang diungkapkan oleh pembicara
atau penulis. Pendengar atau pembaca dituntut untuk mampu memahami informasi (maksud)
pembicara atau penulis.
Inferensi adalah membuat simpulan
berdasarkan ungkapan dan konteks penggunaannya. Dalam membuat inferensi perlu
dipertimbangkan implikatur. Implikatur adalah makna tidak langsung atau makna
tersirat yang ditimbulkan oleh apa yang terkatakan (eksplikatur).
a.Inferensi Langsung
Inferensi yang kesimpulannya
ditarik dari hanya satu premis (proposisi yang digunakan untuk penarikan
kesimpulan). Konklusi yang ditarik tidak boleh lebih luas dari premisnya.
Contoh:
Bu, besok temanku berulang tahun.
Saya diundang makan malam. Tapi saya tidak punya baju baru, kadonya lagi belum
ada”.
Maka inferensi dari ungkapan
tersebut: bahwa tidak bisa pergi ke ulang tahun temanya.
Contoh:
Pohon yang di tanam pak Budi
setahun lalu hidup.
Dari premis tersebut dapat kita
lansung menari kesimpulan (inferensi) bahwa: pohon yang ditanam pak budi
setahun yang lalu tidak mati.
b.Inferensi Tak Langsung
Inferensi yang kesimpulannya
ditarik dari dua / lebih premis. Proses akal budi membentuk sebuah proposisi
baru atas dasar penggabungan proposisi-preposisi lama.
Contoh:
A : Anak-anak begitu gembira
ketika ibu memberikan bekal makanan.
B : Sayang gudegnya agak sedikit
saya bawa.
Inferensi yang menjembatani kedua
ujaran tersebut misalnya (C) berikut ini.
C : Bekal yang dibawa ibu lauknya
gudek komplit.
D.
Implikasi
Perhatikan pernyataan berikut
ini: “Jika matahari bersinar maka udara terasa hangat”, jadi, bila kita tahu
bahwa matahari bersinar, kita juga tahu bahwa udara terasa hangat. Karena itu
akan sama artinya jika kalimat di atas kita tulis sebagai:
“Bila matahari
bersinar, udara terasa hangat”.
”Sepanjang waktu
matahari bersinar, udara terasa hangat”.
“Matahari
bersinar berimplikasi udara terasa
hangat”.
“Matahari
bersinar hanya jika udara terasa hangat”.
Berdasarkan pernyataan diatas,
maka untuk menunjukkan bahwa udara tersebut hangat adalah cukup dengan
menunjukkan bahwa matahari bersinar atau matahari bersinar merupakan syarat
cukup untuk udara terasa hangat.
Sedangkan untuk menunjukkan bahwa
matahari bersinar adalah perlu dengan menunjukkan udara menjadi hangat atau
udara terasa hangat merupakan syarat perlu bagi matahari bersinar. Karena udara
dapat menjadi hangat hanya bila matahari bersinar
EVIDENSI
Evidensi adalah semua fakta yang ada,
yang dihubung-hubungkan untuk membuktikan adanya sesuatu. Evidensi merupakan
hasil pengukuan dan pengamatan fisik yang digunakan untuk memahami suatu
fenomena. Evidensi sering juga disebut bukti empiris.
Dalam wujudnya yang paling rendah
evidensi itu berbentuk data atau informasi. Yang dimaksud dengan data atau
informasi adalah bahan keterangan yang diperoleh dari suatu sumber tertentu.
Biasanya semua bahan informasi berupa statistik, dan keterangan-keterangan yang
dikumpulkan atau diberikan oleh orang-orang kepada seseorang, semuanya di
masukkan dalam pengertian data (apa yang diberikan) dan infromasi (bahan
keterangan). Pada dasarnya semua data dan informasi harus diyakini dan
diandalkan kebenarannya. Untuk itu penulis atau pembicara harus mengadakan
pengujian atas data dan informasi tersebut, apakah semua bahan keteraangan itu
merupakan fakta.
Fakta adalah sesuatu yang sesungguhnya
terjadi, atau sesuatu yang ada secara nyata. Bila seorang mengatakan bahwa ia
telah melihat kapal musuh mendarat di sebuah pantai yang sepi, itu baru
merupakan informasi.
Ada kemungkinan bahwa bisa terjadi
kesalahan dalam evidensi itu. Dalam hal ini pembela akan mengajukan evidensi
yang lain dengan mengatakan bahwa seorang yang lain telah mencuri pisau itu dan
telah mempergunakannya untuk melakukan pembunuhan. Secara diam-diam pisau itu
dikembalikan dan tanpa sadar telah dipegang oleh pemiliknya itu. Fakta-fakta
yang dipergunakan sama, hanya proses penalaran yang disusun berdasarkan
fakta-fakta itu berlainan.
CARA
MENGUJI DATA
1. Cara
Menguji Data
Supaya data dan informasi dapat di
pergunakan dalam penalaran data dan informasi itu harus merupakan fakta. Dalam
kedudukannya yang pasti sebagai data, bahan-bahan itu siap digunakan sebagai
evidensi. Oleh sebab itu perlu diadakan pengujian-pengujian melalui cara-cara
tertentu. Di bawah ini akan di kemukakan beberapa cara yang dapat dipergunakan
untuk mengadakan pengujian tersebut.
a.
Observasi
Fakta-fakta yanag telah diajukan
sebagai evidensi mungkin belum memuaskan seseorang pengarang atau penulis.
Untuk lebih meyakinkan dirinya sendiri dan sekaligus dapat menggunakannya
sebaik-baiknya dalam usaha menyakinkan para pembaca, maka kadang-kadang pengarang
merasa perlu untuk mengadakan peninjauan atau observasi singkat untuk mengecek
data atau informasi itu dan sesungguhnya dalam beberapa banyak hal
pernyataan-pernyataan yang diberikan oleh seseorang, biasanya didasarkan pula
atas observasi yang telah diadakan.
b. Kesaksian
Keharusan menguji data dan informasi,
tidak selalu harus diakukan dengan observasi. Kadang-kadang sangat sulit untuk
mengharuskan seseorang mengadakan observasi atas obyek yang akan dibicarakan.
Kesulitan itu terjadi karena waktu, tempat, dan biaya yang harus di keluarkan.
Untuk mengatasi hal itu penulis atau pengarang dapat melakukan pengujian dan
meminta kesaksian atau keterangan dari orang lain, yang telah mengalami sendiri
atau menyelidiki sendiri persoalan itu.
Demikian pula halnya dengan penulis
dan pengarang atau penulis, untuk memperkuat evidensinya mereka dapat
mempergunakan kesaksian orang lain yang telah mengalami peristiwa tersebut.
c. Autoritas
Meminta pendapat dari suatu autoritas,
yakni pendapat dari seorang ahli, atau mereka yang telah menyelidiki
fakta-fakta itu dengan cermat, memperhatikan semua kesaksian, menilai semua
fakta kemudian memberikan pendapat mereka sesuai dengan keahlian mereka dalam
bidang itu.
2. Cara
Menguji Fakta
Sebagai telah dikemukakan diatas, untuk
menetapkan apakah data atau informasi yang kita peroleh itu merupakan fakta,
maka harus diadakan penilaian, apakah data-data atau informasi itu merupakan
kenyataan atau hal-hal yang sunguh-sungguh terjadi. Penilaian tingkat pertama
hanya diarahkan untuk mendapatkan keyakinan bahwa semua keyakinan itu adalah
fakta.
a. Konsistensi
Dasar pertama yang harus dipakai untuk
menetapkan fakta mana yang akan dipakai sebagai evidensi adalah konsistenan.
Sebuah argumentasi akan kuat dan mempunyai tenaga persuasif yang tinggi, kalau
evidensi-evidensinya bersifat konsisten, tidak ada suatu evidensi bertentangan
atau melemahkan evidensi yang lain.
b. Koherensi
Dasar kedua yang dapat dipakai untuk
mengadakan penilaian atau fakta mana yang dapat dipergunakan sebagai evidensi
adalah masalah koherensi.Semua fakta yang akan digunakan sebagai evidensi harus
pula koherendengan pengalaman-pengalaman manusia, atau sesuai dengan pandangan
atau sikap yang berlaku.
3. Cara
Menilai Autoritas
Seorang penulis yang baik dan obyektif
selalu akan menghindari semua desas-desus, atau kesaksian tangan kedua. Penulis
yang baik akan membedakan apa pula apa yang hanya merupakan pendapat saja, atau
pendapat yang sungguh-sungguh didasarkan atas penelitian atau data-data
fundamental. Demikian pula sikap seorang penulis menghadapi pendapat autoritas.
Ada kemungkinan bahwa suatu autoritas dapat melakukan suatu
kesalahan-kesalahan. Untuk menilai suatu otoritas, penulis dapat memilih
beberapa pokok berikut :
a. Tidak Mengandung Prasangka
Dasar pertama yang perlu diketahui
oleh penulis adalah pendapat autoritas sama sekali tidak boleh mengandung
prasangka. Yang tidak mengandung prasangkaartinya pendapat itu disusun
berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh ahli itu sendiri, atau
didasarkan pada hasil-hasil eksperimental yang dilakukannya. Pengertiantidak
mengandung prasangka juga mencakup hal lain, yaitu bahwa autoritas itu tidak
boleh memperoleh keuntungan pribadi dari data-data eksperimentalnya. Bila
faktor-faktor itu tidak mempengaruhi autoritas itu, maka pendapatnya dapat
dianggap sebagai suatu pendapat yang obyektif.
b. Pengalaman dan Pendidikan Autoritas
Dasar kedua yang harus diperhitungkan
penulis untuk memperhitungkan penulis untuk menilai pendapat suatu otoritas
adalah menyangkut pengalaman dan pendidikan autoritas. Pendidikan yang
diperoleh menjadi jaminan awal, pendidikan yang diperolehnya harus dikembangkan
lebih lanjut dalam kegiatan-kegiatan sebagai seorang ahli yang diperoleh
melalui pendidikan tadi. Pengalaman-pengalaman yang diperoleh autoritas,
penelitian-penelitian yang dilakukan dan prestasi hasil-hasil penelitian dan
hasil pendapatnya akan lebih memperkokoh kedudukannya, dengan catatan bahwa
syarat pertama diatas harus juga di perhatikan.
c. Kemashuran dan Prestise
Faktor ketiga yang harus diperhatikan
oleh penulis untuk menilai autoritas adalah meneliti apakah pernyataan atau
pendapat yang akan dikutip sebagai autoritas itu hanya sekedar bersembunyi
dibalik kemasyuran dan prestise pribadi dibidang lain. Apakah ahli itu
menyertakan pendapatnya dengan fakta-fakta yang meyakinkan.
d. Koherensi dengan Kemajuan
Hal keempat yang perlu diperhatikan
oleh penulis argumentasi adalah apakah pendapat yang diberikan autoritas itu
sejalan dengan perkembangan dengan kemajuan jaman, atau koheren dengan pendapat
atau sikap terahir dalam bidang itu. Pengetahuan dan pendapat terahir tidak
selalu berarti bahwa pendapat itulah yang terbaik. Tetapi harus diakui bahwa
pendapat-pendapat terahir dari ahli-ahli dalam bidang yang sama lebih dapat
diandalkan, karena autoritas-autoritas semacam itu memperoleh kesempatan yang
paling baik untuk membandingkan semua pendapat sebelumnya, dengan segala
kebaikan dan keburukan atau kelemahannya, sehingga mereka dapat mencetuskan
suatu pendapat yang lebih baik, yang lebih dapat di pertanggung jawabkan.
Untuk melihat bahwa penulis
sungguh-sungguh siap dengan persoalan yang tengah diargumentasikan, maka
sebaiknya seluruh argumentasi itu jangan didasarkan hanya pada suatu autoritas.
Dengan bersandar pada suatu autoritas saja, maka hal itu diperlihatkan bawha
penulis karangan telah benar-benar mempersiapkan diri.
SUMBER REFERENSI