| 
No | 
Kasus | 
Perusahaan | 
Keterangan | 
| 
1. | 
Manipulasi Laporan Keuangan PT KAI | 
PT KAI | 
Dalam laporan kinerja keuangan tahunan yang
  diterbitkannya pada tahun 2005, ia mengumumkan bahwa keuntungan sebesar Rp.
  6,90 milyar telah diraihnya. Padahal, apabila dicermati, sebenarnya ia harus
  dinyatakan menderita kerugian sebesar Rp. 63 milyar. 
Kerugian ini terjadi karena PT Kereta Api Indonesia
  telah tiga tahun tidak dapat menagih pajak pihak ketiga. Tetapi, dalam
  laporan keuangan itu, pajak pihak ketiga dinyatakan sebagai pendapatan.
  Padahal, berdasarkan standar akuntansi keuangan, ia tidak dapat dikelompokkan
  dalam bentuk pendapatan atau asset. Dengan demikian, kekeliruan dalam
  pencatatan transaksi atau perubahan keuangan telah terjadi di sini. | 
| 
2. | 
Kasus Manipulasi KAP Andersen dan Enron | 
Enron | 
Manipulasi yang dilakukan Enron selama
  bertahun-tahun ini mulai terungkap ketika Sherron Watskin, salah satu
  eksekutif Enron mulai melaporkan praktek tidak terpuji ini. Pada bulan
  September 2001, pemerintah mulai mencium adanya ketidakberesan dalam laporan
  pembukuan Enron. Pada bulan Oktober 2001, Enron mengumumkan kerugian sebesar
  $US618 miliar dan nilai aset Enron menyusut sebesar $US1,2 triliun dolar AS.
  Pada laporan keuangan yang sama diakui, bahwa selama tujuh tahun terakhir,
  Enron selalu melebih-lebihkan laba bersih mereka. Akibat laporan mengejutkan
  ini, nilai saham Enron mulai anjlok dan saat Enron mengumumkan bahwa
  perusahaan harus gulung tingkar, 2 Desember 2001, harga saham Enron hanya 26
  sen. | 
| 
3. | 
Skandal Manipulasi Laporan Keuangan PT KIMIA FARMA | 
PT. Kimia Farma | 
Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan
  persediaan timbul karena nilai yang ada dalam daftar harga persediaan
  digelembungkan. PT Kimia Farma, melalui direktur produksinya, menerbitkan dua
  buah daftar harga persediaan (master prices) pada tanggal 1 dan 3 Februari
  2002. Daftar harga per 3 Februari ini telah digelembungkan nilainya dan
  dijadikan dasar penilaian persediaan pada unit distribusi Kimia Farma per 31
  Desember 2001. Sedangkan kesalahan penyajian berkaitan dengan penjualan
  adalah dengan dilakukannya pencatatan ganda atas penjualan. Pencatatan ganda
  tersebut dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh akuntan,
  sehingga tidak berhasil dideteksi. Berdasarkan penyelidikan Bapepam,
  disebutkan bahwa KAP yang mengaudit laporan keuangan PT Kimia Farma telah
  mengikuti standar audit yang berlaku, namun gagal mendeteksi kecurangan
  tersebut. Selain itu, KAP tersebut juga tidak terbukti membantu manajemen melakukan
  kecurangan tersebut. | 
| 
4. | 
Kasus Bank Bali | 
Bank Bali | 
Kasus cessie Bank Bali yang menjerat Joko
  Tjandra, berawal pada 11 Januari 1999. Ketika itu, disusun perjanjian
  pengalihan tagihan piutang antara Bank Bali yang diwakili oleh Rudy Ramli dan
  Rusli Suryadi, dengan Joko Soegiarto Tjandra selaku Direktur PT Persada Harum
  Lestari, mengenai tagihan utang Bank Bali terhadap Bank Tiara sebesar Rp38
  miliar. Pembayaran utang kepada Bank Bali diputuskan dilakukan
  selambat-lambatnya pada tanggal 11 Juni 1999. 
Selain soal tagihan utang Bank Bali terhadap Bank
  Tiara, disusun pula perjanjian pengalihan tagihan utang antara Bank Bali
  dengan Joko Tjandra mengenai tagihan piutang Bank Bali terhadap Bank Dagang
  Negara Indonesia (BDNI) dan Bank Umum Nasional (BUN) sebesar lebih dari Rp798
  miliar. Pembayaran utang kepada Bank Bali diputuskan dilakukan selambat-lambatnya
  3 bulan setelah perjanjian itu dibuat. Untuk perjanjian tagihan utang yang
  kedua ini, Joko Tjandra berperan selaku Direktur PT Era Giat Prima. | 
Sumber Referensi: 
 
Thanks for the article really helpful
BalasHapus