Sabtu, 25 Oktober 2014

Tugas 2 Bahasa Indonesia 2

Silogisme adalah merupakan suatu proses penarikan kesimpulan secara deduktif. Dan silofisme itu di atur dalam dua proposisi (pernyataan) dan sebuah konklusi (kesimpulan). Kemudian silogisme mempunyai beberapa macam jenisnya, yaitu diantaranya sebagai berikut.

Jenis-jenis silogisme
1. silogisme katagorial
2. silogisme hipotetik
3. silogisme alternatif
4. entimen
5. silogisme disjungtif

Dari berbagai jenis silogisme diatas, memiliki arti yang berbeda, yang pertama yaitu :

1. Silogisme katagorial
Silogisme ini merupakan silogisme dimana semua proporsinya merupakan katagorial. Kemudian proporsisi yang mengandung silogisme disebut dengan premis yang kemudian dapat dibedakan menjadi premis mayor (premis yang termnya menjadi predikat), dan premis minor (premis yang termnya menjadi subjek).

Contoh :
- semua makhluk hidup pasti mati (premis mayor/premis umum)
- koala adalah hewan yang dilindungi (premis minor/premis khusus)
- koala pasti akan mati (konklusi/kesimpulan)

2. Silogisme hipotetik
Yang dimaksud dengan silogisme hipotetik itu adalah suatu argumen/pendapat yang premis mayornya berupa proposisi hipotetik, sedangkan premis minornya adalah proposisi katagorik.

Contoh :
- Apabila lapar saya makan roti (mayor)
- Sekarang lapar (minor)
- Saya lapar makan roti (konklusi)

3. Silogisme alternatif
Silogisme alternatif adalah silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa proposisi alternatif. Proposisi alternatif itu bila premis minornya membenarkan salah satu alternatifnya.

Contoh :
- Dimas tinggal di bogor atau surabaya
- Dimas tinggal di surabaya
- Jadi, dimas tidak tinggal di bogor

4. Entimen
Silogisme ini jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Baik dalam tulisan maupun lisan. Yang dikemukakan hanya premis minor dan kesimpulannya.

Contoh:
- Jodi berhak mendapatkan peringkat satu karena dia telah berusaha keras dalam belajar.
- Jodi telah berusaha keras dalam belajar, karena itu jodi layak mendapatkan peringkat satu.

5. Silogisme disjungtif
Silogisme disjungtif merupakan silogisme yang premis mayornya merupakan disjungtif, sedangkan premis minornya bersifat kategorik yang mengakui atau mengingkari salah satu alternatif yang disebut oleh premis mayor.

Contoh :
- Devan masuk sekolah atau tidak. (premis 1)
- Ternyata devan tidak masuk sekolah. (premis 2)
- Ia tidak masuk sekolah. (konklusi).

Paragraf itu adalah merupakan susunan kata dari beberapa kalimat yang terjalin utuh, sehingga didalamnya mengandung gagasan utama. Kemudian paragraf itu di bedakan menjadi dua, yaitu paragraf deduktif dan paragraf deduktif. Paragraf dedukti dan induktif merupakan contoh paragraf yang dilihat dari letak gagasan utamannya, sedangkan yang dimaksud dengan Paragrafi nduktif adalah paragraf yang dimulai dengan menyebutkan peristiwa-peristiwa yang khusus, untuk menuju kepada kesimpulan umum, yang mencakupsemuaperistiwakhusus di atas.

Generalisasi
Generalisasi adalah proses penalaran yang bertolak dari fenomena individual menuju kesimpulan umum.

Contoh:
Andika Pratama adalah bintang film, dan ia berwajah tamapan.
Raffi Ahmad adalah bintang film, dan ia berwajah tampan.
Generalisasi: Semua bintang film berwajah tampan. Pernyataan “semua bintang film berwajah tampan” hanya memiliki kebenaran probabilitas karena belum pernah diselidiki kebenarannya.
Contoh kesalahannya: Sapri juga bintang iklan, tetapi tidak berwajah tampan.

Macam-macam generalisasi :
1. Generalisasi sempurna: Generalisasi dimana seluruh fenomena yang menjadi dasar penyimpulan diselidiki.
Contoh: sensus penduduk

2. Generalisasi tidak sempurna: Generalisasi dimana kesimpulan diambil dari sebagian fenomenayang diselidiki diterapkan juga untuk semua fenomena yang belum diselidiki.
Contoh: Hampir seluruh pria dewasa di Indonesia senang memakai celana pantaloon.

Prosedur pengujian generalisasi tidak sempurna. Generalisasi yang tidak sempurna juga dapat menghasilkan kebenaran apabila melalui prosedur pengujian yang benar.

Contoh paragraph analogi

Seseorang yang menuntut ilmu sama halnya dengan mendaki gunung. Sewaktu mendaki, ada saja rintangan seperti jalan yang membuat seseorang terjatuh. Adapula semak belukar yang sukar dilalui. Dapatkah seseorang melaluinya?. Begitu pula menuntut ilmu, seseorang akan mengalami rintangan seperti kesulitan ekonomi, kesulitan memahami pelajaran, dan sebagainya. Apakah seseorang sanggup melaluinya?. Jadi menuntut ilmu sama halnya dengan mendaki gunung untuk mencapai puncaknya.


SUMBER 




Rabu, 01 Oktober 2014

BAHASA INDONESIA 2

Pengertian penalaran, proposisi, inferensi, implikasi, evidensi, cara menguji data, fakta dan otoritas
A.      PENALARAN
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera(pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar. Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence). Hubungan antara premis dan konklusi disebut konsekuensi.
Macam-macam Penalaran, Penalaran ada dua jenis yaitu :
1. Penalaran Induktif
    Penalaran induktif adalah penalaran yang memberlakukan atribut-atribut khusus untuk hal-hal yang bersifat umum (Smart,1972:64). Penalaran ini lebih banyak berpijak pada observasi inderawi atau empiri. Dengan kata lain penalaran induktif adalah proses penarikan kesimpulan dari kasus-kasus yang bersifat individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum.(Suriasumantri, 1985:46). Inilah alasan eratnya kaitan antara logika induktif dengan istilah generalisasi.
Contoh :
-Harimau berdaun telinga berkembang biak dengan melahirkan
-Ikan Paus berdaun telinga berkembang biak dengan melahirkan
kesimpulan ---> Semua hewan yang berdaun telinga berkembang biak dengan melahirkan
2. Penalaran Deduktif
    Penalaran deduktif dibidani oleh filosof Yunani Aristoteles merupakan penalaran yang beralur dari pernyataan-pernyataan yang bersifat umum menuju pada penyimpulan yang bersifat khusus. Sang Bagawan Aristoteles (Van Dalen:6) menyatakan bahwa penalaran deduktif adalah, ”A discourse in wich certain things being posited, something else than what is posited necessarily follows from them”. pola penalaran ini dikenal dengan pola silogisme. Pada penalaran deduktif menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus.
   Corak berpikir deduktif adalah silogisme kategorial, silogisme hipotesis, silogisme alternatif. Dalam penalaran ini tedapat premis, yaitu proposisi tempat menarik kesimpulan. Untuk penarikan kesimpulannya dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Penarikan kesimpulan secara langsung diambil dari satu premis,sedangkan untuk penarikan kesimpulan tidak langsung dari dua premis.
Contoh :
-Laptop adalah barang elektronik dan membutuhkan daya listrik untuk beroperasi
-DVD Player adalah barang elektronik dan membutuhkan daya listrik untuk beroperasi
  kesimpulan ---> semua barang elektronik membutuhkan daya listrik untuk beroperasi
B.      PROPOSISI
Proposisi adalah pernyataan tentang hubungan yang terdapat di antara subjek dan predikat. Dengan kata lain, proposisi adalah pernyataan yang lengkap dalam bentuk subjek-predikat atau term-term yang membentuk kalimat. Kaliimat Tanya,kalimat perintah, kalimat harapan , dan kalimat inversi tidak dapa disebut proposisi . Hanya kalimat berita yang netral yang dapat disebut proposisi. Tetapi kalimat-kalimat itu dapat dijadikan proposisi apabila diubah bentuknya menjadi kalimat berita yang netral.
Jenis-Jenis Proposisi
Proposisi dapat dipandang dari 4 kriteria, yaitu berdasarkan :
1. Berdasarkan bentuk
2. Berdasarkan sifat
3. Berdasarkan kualitas
4. Berdasarkan kuantitas
Berdasarkan bentuk, proposisi dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
a) Tunggal adalah proposisi yang terdiri dari satu subjek dan satu predikat atau hanya mengandung satu pernyataan.
Contoh :
• Semua petani harus bekerja keras.
• Setiap pemuda adalah calon pemimpin.
b) Majemuk atau jamak adalah proposisi yang terdiri dari satu subjek dan lebih dari satu predikat.
Contoh :
• Semua petani harus bekerja keras dan hemat.
• Paman bernyanyi dan menari.
Berdasarkan sifat, proporsis dapat dibagi ke dalam 2 jenis, yaitu:
a) Kategorial adalah proposisi yang hubungan antara subjek dan predikatnya tidak membutuhkan / memerlukan syarat apapun.
Contoh:
• Semua kursi di ruangan ini pasti berwarna coklat.
• Semua daun pasti berwarna hijau.
b) Kondisional adalah proposisi yang membutuhkan syarat tertentu di dalam hubungan subjek dan predikatnya. Proposisi dapat dibedakan ke dalam 2 jenis, yaitu: proposisi kondisional hipotesis dan disjungtif.
Contoh proposisi kondisional:
• jika hari mendung maka akan turun hujan
Contoh proposisi kondisional hipotesis:
• Jika harga BBM turun maka rakyat akan bergembira.
Contoh proposisi kondisional disjungtif:
• Christiano ronaldo pemain bola atau bintang iklan.
Berdasarkan kualitas, proposisi juga dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:
a) Positif(afirmatif) adalah proposisi yang membenarkan adanya persesuaian hubungan antar subjek dan predikat.
Contoh:
• Semua dokter adalah orang pintar.
• Sebagian manusia adalah bersifat sosial.
b) Negatif adalah proposisi yang menyatakan bahawa antara subjek dan predikat tidak mempunyai hubungan.
Contoh:
• Semua harimau bukanlah singa.
• Tidak ada seorang lelaki pun yang mengenakan rok.
Berdasarkan kuantitas., proposisi dapat dibedakan ke dalam 2 jenis, yaitu:
a) Umum adalah predikat proposisi membenarkan atau mengingkari seluruh subjek.
Contoh:
• Semua gajah bukanlah kera.
• Tidak seekor gajah pun adalah kera.
b) Khusus adalah predikat proposisi hanya membenarkan atau mengingkari sebagian subjeknya.
Contoh:
• Sebagian mahasiswa gemar olahraga.
• Tidak semua mahasiswa pandai bernyanyi.
C.  Inferensi 
Inferensi merupakan sebuah pekerjaan bagai pendengar (pembaca) yang selalu terlibat dalam tindak tutur selalu harus siap dilaksanakan ialah inferensi. Inferensi dilakukan untuk sampai pada suatu penafsiran makna tentang ungkapan-ungkapan yang diterima dan pembicara atau (penulis). Dalam keadaan bagaimanapun seorang pendengar (pembaca) mengadakan inferensi. Pengertian inferensi yang umum ialah proses yang harus dilakukan pembaca (pendengar) untuk melalui makna harfiah tentang apa yang ditulis (diucapkan) samapai pada yang diinginkan oleh saorang penulis (pembicara).
Inferensi atau kesimpulan sering harus dibuat sendiri oleh pendengar atau pembicara karena dia tidak mengetahui apa makna yang sebenarnya yang dimaksudkan oleh pembicara/penulis. Karena jalan pikiran pembicara mungkin saja berbeda dengan jalan pikiran pendengar, mungkin saja kesimpulan pendengar meleset atau bahkan salah sama sekali. Apabila ini terjadi maka pendengar harus membuat inferensi lagi. Inferensi terjadi jika proses yang harus dilakukan oleh pendengar atau pembaca untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat pada tuturan yang diungkapkan oleh pembicara atau penulis. Pendengar atau pembaca dituntut untuk mampu memahami informasi (maksud) pembicara atau penulis.
Inferensi adalah membuat simpulan berdasarkan ungkapan dan konteks penggunaannya. Dalam membuat inferensi perlu dipertimbangkan implikatur. Implikatur adalah makna tidak langsung atau makna tersirat yang ditimbulkan oleh apa yang terkatakan (eksplikatur).
a.Inferensi Langsung
Inferensi yang kesimpulannya ditarik dari hanya satu premis (proposisi yang digunakan untuk penarikan kesimpulan). Konklusi yang ditarik tidak boleh lebih luas dari premisnya.
Contoh:
Bu, besok temanku berulang tahun. Saya diundang makan malam. Tapi saya tidak punya baju baru, kadonya lagi belum ada”.
Maka inferensi dari ungkapan tersebut: bahwa tidak bisa pergi ke ulang tahun temanya.

Contoh:
Pohon yang di tanam pak Budi setahun lalu hidup.
Dari premis tersebut dapat kita lansung menari kesimpulan (inferensi) bahwa: pohon yang ditanam pak budi setahun yang lalu tidak mati.
b.Inferensi Tak Langsung
Inferensi yang kesimpulannya ditarik dari dua / lebih premis. Proses akal budi membentuk sebuah proposisi baru atas dasar penggabungan proposisi-preposisi lama.
Contoh:
A : Anak-anak begitu gembira ketika ibu memberikan bekal makanan.
B : Sayang gudegnya agak sedikit saya bawa.
Inferensi yang menjembatani kedua ujaran tersebut misalnya (C) berikut ini.
C : Bekal yang dibawa ibu lauknya gudek komplit.
D.      Implikasi
Perhatikan pernyataan berikut ini: “Jika matahari bersinar maka udara terasa hangat”, jadi, bila kita tahu bahwa matahari bersinar, kita juga tahu bahwa udara terasa hangat. Karena itu akan sama artinya jika kalimat di atas kita tulis sebagai:

“Bila matahari bersinar, udara terasa hangat”.

”Sepanjang waktu matahari bersinar, udara terasa hangat”.

“Matahari bersinar  berimplikasi udara terasa hangat”.

“Matahari bersinar hanya jika udara terasa hangat”.

Berdasarkan pernyataan diatas, maka untuk menunjukkan bahwa udara tersebut hangat adalah cukup dengan menunjukkan bahwa matahari bersinar atau matahari bersinar merupakan syarat cukup untuk udara terasa hangat.
Sedangkan untuk menunjukkan bahwa matahari bersinar adalah perlu dengan menunjukkan udara menjadi hangat atau udara terasa hangat merupakan syarat perlu bagi matahari bersinar. Karena udara dapat menjadi hangat hanya bila matahari bersinar

EVIDENSI
Evidensi adalah semua fakta yang ada, yang dihubung-hubungkan untuk membuktikan adanya sesuatu. Evidensi merupakan hasil pengukuan dan pengamatan fisik yang digunakan untuk memahami suatu fenomena. Evidensi sering juga disebut bukti empiris.
Dalam wujudnya yang paling rendah evidensi itu berbentuk data atau informasi. Yang dimaksud dengan data atau informasi adalah bahan keterangan yang diperoleh dari suatu sumber tertentu. Biasanya semua bahan informasi berupa statistik, dan keterangan-keterangan yang dikumpulkan atau diberikan oleh orang-orang kepada seseorang, semuanya di masukkan dalam pengertian data (apa yang diberikan) dan infromasi (bahan keterangan). Pada dasarnya semua data dan informasi harus diyakini dan diandalkan kebenarannya. Untuk itu penulis atau pembicara harus mengadakan pengujian atas data dan informasi tersebut, apakah semua bahan keteraangan itu merupakan fakta.
Fakta adalah sesuatu yang sesungguhnya terjadi, atau sesuatu yang ada secara nyata. Bila seorang mengatakan bahwa ia telah melihat kapal musuh mendarat di sebuah pantai yang sepi, itu baru merupakan informasi.
Ada kemungkinan bahwa bisa terjadi kesalahan dalam evidensi itu. Dalam hal ini pembela akan mengajukan evidensi yang lain dengan mengatakan bahwa seorang yang lain telah mencuri pisau itu dan telah mempergunakannya untuk melakukan pembunuhan. Secara diam-diam pisau itu dikembalikan dan tanpa sadar telah dipegang oleh pemiliknya itu. Fakta-fakta yang dipergunakan sama, hanya proses penalaran yang disusun berdasarkan fakta-fakta itu berlainan.
CARA MENGUJI DATA
1.       Cara Menguji Data
Supaya data dan informasi dapat di pergunakan dalam penalaran data dan informasi itu harus merupakan fakta. Dalam kedudukannya yang pasti sebagai data, bahan-bahan itu siap digunakan sebagai evidensi. Oleh sebab itu perlu diadakan pengujian-pengujian melalui cara-cara tertentu. Di bawah ini akan di kemukakan beberapa cara yang dapat dipergunakan untuk mengadakan pengujian tersebut.
a.   Observasi
Fakta-fakta yanag telah diajukan sebagai evidensi mungkin belum memuaskan seseorang pengarang atau penulis. Untuk lebih meyakinkan dirinya sendiri dan sekaligus dapat menggunakannya sebaik-baiknya dalam usaha menyakinkan para pembaca, maka kadang-kadang pengarang merasa perlu untuk mengadakan peninjauan atau observasi singkat untuk mengecek data atau informasi itu dan sesungguhnya dalam beberapa banyak hal pernyataan-pernyataan yang diberikan oleh seseorang, biasanya didasarkan pula atas observasi yang telah diadakan.
b. Kesaksian
Keharusan menguji data dan informasi, tidak selalu harus diakukan dengan observasi. Kadang-kadang sangat sulit untuk mengharuskan seseorang mengadakan observasi atas obyek yang akan dibicarakan. Kesulitan itu terjadi karena waktu, tempat, dan biaya yang harus di keluarkan. Untuk mengatasi hal itu penulis atau pengarang dapat melakukan pengujian dan meminta kesaksian atau keterangan dari orang lain, yang telah mengalami sendiri atau menyelidiki sendiri persoalan itu.
Demikian pula halnya dengan penulis dan pengarang atau penulis, untuk memperkuat evidensinya mereka dapat mempergunakan kesaksian orang lain yang telah mengalami peristiwa tersebut.
c. Autoritas
Meminta pendapat dari suatu autoritas, yakni pendapat dari seorang ahli, atau mereka yang telah menyelidiki fakta-fakta itu dengan cermat, memperhatikan semua kesaksian, menilai semua fakta kemudian memberikan pendapat mereka sesuai dengan keahlian mereka dalam bidang itu.
2.       Cara Menguji Fakta
Sebagai telah dikemukakan diatas, untuk menetapkan apakah data atau informasi yang kita peroleh itu merupakan fakta, maka harus diadakan penilaian, apakah data-data atau informasi itu merupakan kenyataan atau hal-hal yang sunguh-sungguh terjadi. Penilaian tingkat pertama hanya diarahkan untuk mendapatkan keyakinan bahwa semua keyakinan itu adalah fakta.
a. Konsistensi
Dasar pertama yang harus dipakai untuk menetapkan fakta mana yang akan dipakai sebagai evidensi adalah konsistenan. Sebuah argumentasi akan kuat dan mempunyai tenaga persuasif yang tinggi, kalau evidensi-evidensinya bersifat konsisten, tidak ada suatu evidensi bertentangan atau melemahkan evidensi yang lain.
b. Koherensi
Dasar kedua yang dapat dipakai untuk mengadakan penilaian atau fakta mana yang dapat dipergunakan sebagai evidensi adalah masalah koherensi.Semua fakta yang akan digunakan sebagai evidensi harus pula koherendengan pengalaman-pengalaman manusia, atau sesuai dengan pandangan atau sikap yang berlaku.
3.       Cara Menilai Autoritas
Seorang penulis yang baik dan obyektif selalu akan menghindari semua desas-desus, atau kesaksian tangan kedua. Penulis yang baik akan membedakan apa pula apa yang hanya merupakan pendapat saja, atau pendapat yang sungguh-sungguh didasarkan atas penelitian atau data-data fundamental. Demikian pula sikap seorang penulis menghadapi pendapat autoritas. Ada kemungkinan bahwa suatu autoritas dapat melakukan suatu kesalahan-kesalahan. Untuk menilai suatu otoritas, penulis dapat memilih beberapa pokok berikut :
a. Tidak Mengandung Prasangka
Dasar pertama yang perlu diketahui oleh penulis adalah pendapat autoritas sama sekali tidak boleh mengandung prasangka. Yang tidak mengandung prasangkaartinya pendapat itu disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh ahli itu sendiri, atau didasarkan pada hasil-hasil eksperimental yang dilakukannya. Pengertiantidak mengandung prasangka juga mencakup hal lain, yaitu bahwa autoritas itu tidak boleh memperoleh keuntungan pribadi dari data-data eksperimentalnya. Bila faktor-faktor itu tidak mempengaruhi autoritas itu, maka pendapatnya dapat dianggap sebagai suatu pendapat yang obyektif.
b. Pengalaman dan Pendidikan Autoritas
Dasar kedua yang harus diperhitungkan penulis untuk memperhitungkan penulis untuk menilai pendapat suatu otoritas adalah menyangkut pengalaman dan pendidikan autoritas. Pendidikan yang diperoleh menjadi jaminan awal, pendidikan yang diperolehnya harus dikembangkan lebih lanjut dalam kegiatan-kegiatan sebagai seorang ahli yang diperoleh melalui pendidikan tadi. Pengalaman-pengalaman yang diperoleh autoritas, penelitian-penelitian yang dilakukan dan prestasi hasil-hasil penelitian dan hasil pendapatnya akan lebih memperkokoh kedudukannya, dengan catatan bahwa syarat pertama diatas harus juga di perhatikan.
c. Kemashuran dan Prestise
Faktor ketiga yang harus diperhatikan oleh penulis untuk menilai autoritas adalah meneliti apakah pernyataan atau pendapat yang akan dikutip sebagai autoritas itu hanya sekedar bersembunyi dibalik kemasyuran dan prestise pribadi dibidang lain. Apakah ahli itu menyertakan pendapatnya dengan fakta-fakta yang meyakinkan.
d. Koherensi dengan Kemajuan
Hal keempat yang perlu diperhatikan oleh penulis argumentasi adalah apakah pendapat yang diberikan autoritas itu sejalan dengan perkembangan dengan kemajuan jaman, atau koheren dengan pendapat atau sikap terahir dalam bidang itu. Pengetahuan dan pendapat terahir tidak selalu berarti bahwa pendapat itulah yang terbaik. Tetapi harus diakui bahwa pendapat-pendapat terahir dari ahli-ahli dalam bidang yang sama lebih dapat diandalkan, karena autoritas-autoritas semacam itu memperoleh kesempatan yang paling baik untuk membandingkan semua pendapat sebelumnya, dengan segala kebaikan dan keburukan atau kelemahannya, sehingga mereka dapat mencetuskan suatu pendapat yang lebih baik, yang lebih dapat di pertanggung jawabkan.
Untuk melihat bahwa penulis sungguh-sungguh siap dengan persoalan yang tengah diargumentasikan, maka sebaiknya seluruh argumentasi itu jangan didasarkan hanya pada suatu autoritas. Dengan bersandar pada suatu autoritas saja, maka hal itu diperlihatkan bawha penulis karangan telah benar-benar mempersiapkan diri.

SUMBER REFERENSI