Selasa, 27 Oktober 2015

Perkembangan dalam Etika Bisnis

SEJARAH ETIKA BISNIS

Etika bisnis pertama kali timbul di amerika serikat di tahun 1970an dan cepat meluas kebelahan dunia lain. Berabad-abad lamanya etika di bicarakan secara ilmiah membahas mengenai masalah ekonomi dan bisnis sebagai salah satu topik penting untuk dikembangkan di zaman bisnis modern. Filsafat berkembang dizaman filsuf plato , aristoteles, dan filsuf-filsuf yunani lain membahas bagaimana pengaturan interaksi kehidupan bisnis manusia bersama dalam negara, ekonomi dan kegiatan niaga. Filsafat dan teologi zaman pertengahan serta kelompok kristen maupun islam tetap membahas hal yang dianggap penting tersebut. Moralitas ekonomi dan bisnis merupakan pembahas intensif filsafat dan teknologi zaman modern. Para ilmuwan filsuf dan pebisnis amerika serikat dan negara lain di dunia mendiskusikan etika bisnis sehubungan dengan konteks agama dan teologi sampai sekarang.

Perkembangan etika bisnis 1980-an di eropa barat etika bisnis sebagai ilmu baru berkembang kira-kira sepuluh tahun kemudian, diawali oleh inggris yang secara geografis maupun kultural paling dekat dengan amerika serikat, disusul kemudian oleh negara-negara eropa barat lainnya. Kini etika bisnis bisa dipelajari, dan di kembangkan di seluruh dunia. Kita mendengar tentang kehadiran etika bisnis di amerika latin, asia, eropa timur, dan dikawasan asia lainnya. Sejak dimulainya liberalisasi ekonomi di eropa timur, dan runtuhnya sistem politik dan ekonomi komunisme tahun 1980-an, rusia dan negara ekskomunis lainnya merasakan manfaat etika bisnis, pemahaman etika bisnis mendorong perahlihan sistem sisalis ke ekonomi pasar bebas berjalan lebih lancar. Etika bisnis sangat diperlukan semua orang dan sudah menjadi kajian ilmiah meluas dan dalam etika bisnis semakin dapat di sejajarkan diantara ilmu-ilmu lain yang sudah mapan dan memiliki ciri-ciri khusus sebagai sebuah cabang ilmu. Keprihatinan moral terhadap bisnis kini memasuki tahapan yang lebih maju dari sekedar ukuran tradisonal. Zaman multinasional konglomerat dan korparasi sedang berkembang secara signifikan. Kini masyarakat berada dalam fase perkembangan bisnis dan ekonomi kapitalisme semenjak kejahtuhan sistem komunisme, maka kapitalisme berkembang pesat tanpa timbul hambatan yang berarti. Kini bisnis telah menjadi besar meninggalkan bisnis tradisonal yang semakin terdesak bahkn teraksisi. Kekayaan mayolitas perusahaan swasta di berbagai negara dapat melebihi kekayaan negara.

Perilaku Etika Dalam Bisnis
 Etika bisnis merupakan suatu rangkaian prinsip/aturan/norma yang harus diikuti apabila menjalankan bisnis. Etika bisnis terkait dengan masalah penilaian terhadap kegiatan dan perilaku bisnis yang mengacu pada kebenaran atau kejujuran berusaha (bisnis). Kebenaran disini yang dimaksud adalah etika standar yang secara umum dapat diterima dan diakui prinsip-prinsipnya baik oleh masyarakat, perusahaan dan individu. Perusahaan meyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis dengan kinerja unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
Etika Bisnis dapat menjadi standar dan pedoman bagi seluruh karyawan termasuk manajemen dan menjadikannya sebagai pedoman untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan dilandasi moral yang luhur, jujur, transparan dan sikap yang profesional.
Tiga pendekatan dasar dalam merumuskan tingkah laku etika bisnis, yaitu :
Utilitarian Approach : setiap tindakan harus didasarkan pada konsekuensinya. Oleh karena itu, dalam bertindak seseorang seharusnya mengikuti cara-cara yang dapat memberi manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat, dengan cara yang tidak membahayakan dan dengan biaya serendah-rendahnya.
Individual Rights Approach : setiap orang dalam tindakan dan kelakuannya memiliki hak dasar yang harus dihormati. Namun tindakan ataupun tingkah laku tersebut harus dihindari apabila diperkirakan akan menyebabkan terjadi benturan dengan hak orang lain.
Justice Approach : para pembuat keputusan mempunyai kedudukan yang sama, dan bertindak adil dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan baik secara perseorangan ataupun secara kelompok.

SASARAN DAN RUANG LINGKUP ETIKA BISNIS
1.Etika bisnis sebagai etika profesi membahas berbagai prinsip , kondisi dan masalah yang terkait dengan praktek bisnis yang baik . Etika bisnis berfungsi menggugah kesadaran moral pelaku bisnis agar berperilaku baik dalam menjalankan usahanya demi nilai luhur tertentu (agama, budaya) dan demi kelanjutan bisnisnya.
2.Menyadarkan masyarakat (stake holder) yang terdiri dari konsumen (end user), karyawan , pemasok/mitra bisnis, investor dan lingkungan (penduduk disekitar lokasi usaha ) akan hak mereka yang tidak boleh dilanggar oleh praktek bisnis.
3.Menilai apakah sistem ekonomi disuatu wilayah sesuai dengan etika bisnis apakah masih ada praktek monopoli, oligopoli, money loundring, insider trading, black market, dll.

Etika Bisnis Dalam Akuntansi
Dalam menjalankan profesinya seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik profesi dengan nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik Ikatan Akuntan Indonesia merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan pedoman kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi dan juga dengan masyarakat. Selain dengan kode etik akuntan juga merupakan alat atau sarana untuk klien, pemakai laporan keuangan atau masyarakat pada umumnya, tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikannya karena melalui serangkaian pertimbangan etika sebagaimana yang diatur dalam kode etik profesi. Akuntansi sebagai profesi memiliki kewajiban untuk mengabaikan kepentingan pribadi dan mengikuti etika profesi yang telah ditetapkan. Kewajiban akuntan sebagai profesional mempunyai tiga kewajiban yaitu; kompetensi, objektif dan mengutamakan integritas. Kasus enron, xerok, merck, vivendi universal dan bebarapa kasus serupa lainnya telah membuktikan bahwa etika sangat diperlukan dalam bisnis. Tanpa etika di dalam bisnis, maka perdaganan tidak akan berfungsi dengan baik. Kita harus mengakui bahwa akuntansi adalah bisnis, dan tanggung jawab utama dari bisnis adalah memaksimalkan keuntungan atau nilai shareholder. Tetapi kalau hal ini dilakukan tanpa memperhatikan etika, maka hasilnya sangat merugikan. Banyak orang yang menjalankan bisnis tetapi tetap berpandangan bahwa, bisnis tidak memerlukan etika.

Sumber:
http://cahyalfc.blogspot.co.id/2014/12/perkembangan-etika-bisnis-dan-etika.html
http://nikkochesc.blogspot.co.id/2013/10/sejarah-etika-bisnis.html
http://ramadhikaw.blogspot.co.id/2014/01/perkembangan-terakhir-dalam-etika.html
http://m-fahli.blogspot.co.id/2014/10/perilaku-etika-dalam-bisnis.html

Minggu, 25 Oktober 2015

Perbandingan Nilai Etika dan Teknik Akuntansi/ Auditing

Nilai-nilai etika di dalam profesi akuntansi/auditing harus sangat dimiliki oleh para anggota, karena semua perilaku sangat mencerminkan integritas dan kompetensi seorang anggota. Nilai etika terdiri dari:
1. Integritas : setiap tindakan dan kata-kata pelaku profesi menunjukan sikap transparansi, kejujuran dan konsisten.
2. Kerjasama : mempunyai kemampuan untuk bekerja sendiri maupun dalam tim.
3. Inovasi :  pelaku profesi mampu memberi nilai tambah pada pelanggan dan proses kerja dengan metode baru.
4. Simplisitas : pelaku profesi mampu memberikan solusi pada setiap masalah yang timbul, dan masalah yang kompleks menjadi lebih sederhana.

Sedangkan teknik akuntansi adalah aturan-aturan khusus yang diturunkan dari prinsip-prinsip akuntan yang menerangkan transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian tertentu yang dihadapi oleh entitas akuntansi tersebut.

DEFINISI ETIKA

Secara garis besar etika dapat didefinisikan sebagai serangkaian prinsip atau nilai moral yang dimiliki oleh setiap orang. Dalam hal ini kebutuhan etika dalam masyarakat sangat mendesak sehingga sangatlah lazim untuk memasukkan nilai-nilai etika ini ke dalam undang-undang atau peraturan yang berlaku di negara kita. Banyaknya nilai etika yang ada tidak dapat dijadikan undang-undang atau peraturan karena sifat nilai-nilai etika sangat tergantung pada pertimbangan seseorang.

PRINSIP-PRINSIP ETIKA

Prinsip etika seorang auditor terdiri dari enam yaitu:
1.Rasa tanggung jawab (responsibility) mereka harus peka serta memiliki pertimbangan moral atas seluruh aktivitas yang mereka lakukan.
2.Kepentingan publik, auditor harus menerima kewajiban untuk bertindak sedemikian rupa agar dapat melayani kepentingan orang banyak, menghargai kepercayaan publik, serta menunjukan komitmennya pada profesionalisme.
3.Integritas, yaitu mempertahankan dan memperluas keyakinan publik.
4.Obyektivitas dan Indepensi, auditor harus mempertahankan obyektivitas dan terbebas dari konflik antar kepentingan dan harus berada dalam posisi yang independen.
5.Due care, seorang auditor harus selalu memperhatikan standar tekhnik dan etika profesi dengan meningkatkan kompetensi dan kualitas jasa, serta melaksanakan tanggung jawab dengan kemampuan terbaiknya.
6.Lingkup dan sifat jasa, auditor yang berpraktek bagi publik harus memperhatikan prinsip-prinsip pada kode etik profesi dalam menentukan lingkup dan sifat jasa yang disediakannya.

Etika dalam Audit Dikaitkan dengan konsep Independensi

Dalam melaksanakan tugas audit, auditor dituntut untuk bersikap dan bertindak independen dan objektif. Independen berarti bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan ataupun tidak tergantung kepada pihak lain termasuk memberi penugasan. Objektif berarti sikap tidak memihak dalam mempertimbangkan fakta. Objektivitas lebih banyak ditentukan faktor dari dalam diri auditor, sedangkan independensi selain ditentukan faktor dari dalam diri auditor, juga banyak ditentukan oleh faktor dari luar diri auditor.
Independensi dalam audit mencakup independensi dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan:
a.Independensi dalam perencanaan audit berarti bebas dari pengaruh manajemen dalam menerapkan prosedur audit, menentukan sasaran dan ruang lingkup audit.
b.Independensi dalam pelaksanaan berarti bebas dalam mengakses aktivitas yang akan diaudit.
c.Independensi pelaporan berarti bebas dari usaha untuk menghilangkan atau memengaruhi makna laporan serta bebas untuk mengungkapkan fakta.

Sikap independen auditor pada dasarnya sangat tergantung pada diri auditor sendiri. Seorang auditor yang jujur akan selalu berupaya/berusaha secara nyata untuk bertindak objektif dan independen. Secara etika, auditor yang independen harus dapat memosisikan dirinya, agar dapat memperoleh kepercayaan dari masyarakat atau pihak lain melalui sikap dan tindakan nyata yang dapat dirasakan oleh pihak lain tersebut, misalnya dengan menolak penugasan audit bila menenmui kondisi berikut :
Terdapat hubungan istimewa antara auditor dengan auditi / aktivitas auditi, Terjadi pembatasan ruang lingkup, sifat dan luas audit, Tidak memiliki kemampuan untuk memahami aktivitas yang akan diaudit sehingga dapat mempengaruhi sikap independensi, misalkan tidak memahami kejahatan dibidang komputer, Auditor tidak dapat independen karena posisi auditor dalam organisasi auditi.

KODE ETIKA PROFESIONAL DALAM PROFESI AKUNTAN

Kode ini menjelma dalam kode etik profesional AKDA, ada 3 karakteristik dan hal-hal yang ditekankan untuk dipertanggungjawabkan oleh CPA kepada publik.
1. CPA harus memposisikan diri untuk independen, berintegritas, dan obyektif.
2. CPA harus memiliki keahlian teknik dalam profesinya.
3. CPA harus melayani klien dengan profesional dan konsisten dengan tanggung jawab mereka kepada publik.

Tanggung Jawab Auditor
Perencanaan, Pengendalian dan Pencatatan. Auditor perlu merencanakan, mengendalikan dan mencatat pekerjannya.
1.Sistem Akuntansi.
Auditor harus mengetahui dengan pasti sistem pencatatan dan pemrosesan transaksi dan menilai kecukupannya sebagai dasar penyusunan laporan keuangan. Bukti Audit. Auditor akan memperoleh bukti audit yang relevan dan reliable untuk memberikan kesimpulan rasional.
2.Pengendalian Intern.
Bila auditor berharap untuk menempatkan kepercayaan pada pengendalian internal, hendaknya memastikan dan mengevaluasi pengendalian itu dan melakukan compliance test.
3.Meninjau Ulang Laporan Keuangan yang Relevan.
Auditor melaksanakan tinjau ulang laporan keuangan yang relevan seperlunya, dalam hubungannya dengan kesimpulan yang diambil berdasarkan bukti audit lain yang didapat, dan untuk memberi dasar rasional atas pendapat mengenai laporan keuangan.

TANGGUNG JAWAB DAN FUNGSI AUDITOR INDEPENDEN
Tujuan audit atas laporan keuangan oleh auditor independen pada umumnya adalah untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Laporan auditor merupakan sarana bagi auditor untuk menyatakan pendapatnya, atau apabila keadaan mengharuskan, untuk menyatakan tidak memberikan pendapat. Baik dalam hal auditor menyatakan pendapat maupun menyatakan tidak memberikan pendapat, ia harus menyatakan apakah auditnya telah dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia. Standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia mengharuskan auditor menyatakan apakah, menurut pendapatnya, laporan keuangan disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia dan jika ada, menunjukkan adanya ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.

PERBEDAAN TANGGUNG JAWAB AUDITOR INDEPENDEN DENGAN TANGGUNG JAWAB MANAJEMEN
Auditor bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan.
1 Oleh karena sifat bukti audit dan karakteristik kecurangan, auditor dapat memperoleh keyakinan memadai, namun bukan mutlak, bahwa salah saji material terdeteksi.
2 Auditor tidak bertangung jawab untukmerencanakan dan melaksanakan audit guna memperoleh keyakinan bahwa salah sajiterdeteksi, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan, yang tidak material terhadap laporan keuangan.
Laporan keuangan merupakan tanggung jawab manajemen. Tanggung jawab auditor adalah untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan. Manajemen bertanggung jawabuntuk menerapkan kebijakan akuntansi yang sehat dan untuk membangun dan memelihara pengendalian intern yang akan, di antaranya, mencatat, mengolah, meringkas, dan melaporkan transaksi (termasuk peristiwa dan kondisi) yang konsisten dengan asersi
3 manajemen yang tercantum dalam laporan keuangan. Transaksi entitas dan aktiva, utang, dan ekuitas yang terkait adalah berada dalam pengetahuan dan pengendalian langsung manajemen. Pengetahuan auditor tentang masalah dan pengendalian intern tersebut terbatas pada yang diperolehnya melalui audit. Oleh karena itu, penyajian secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
4 merupakan bagian yang tersirat dan terpadu dalam tanggung jawab manajemen. Auditor independen dapat memberikan saran tentang bentuk dan isi laporan keuangan atau membuat draft laporan keuangan, seluruhnya atau sebagian, berdasarkan informasi dari manajemen dalam pelaksanaan audit. Namun, tanggung jawab auditor atas laporan keuangan auditan terbatas pada pernyataan pendapatnya atas laporan keuangan tersebut.

PERSYARATAN PROFESIONAL
Persyaratan profesional yang dituntut dari auditor independen adalah orang yang memiliki pendidikan dan pengalaman berpraktik sebagai auditor independen. Mereka tidak termasuk orang yang terlatih untuk atau berkeahlian dalam profesi atau jabatan lain. Sebagai contoh, dalam hal pengamatan terhadap penghitungan fisik sediaan, auditor tidak bertindak sebagai seorang ahlipenilai, penaksir atau pengenal barang. Begitu pula, meskipun auditor mengetahui hukum komersial secara garis besar, ia tidak dapat bertindak dalam kapasitas sebagai seorang penasihat hukum dan ia semestinya menggantungkan diri pada nasihat dari penasihat hukum dalam semua hal yang berkaitan dengan hukum.
Dalam mengamati standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia, auditor independen harus menggunakan pertimbangannya dalam menentukan prosedur audit yang diperlukan sesuai dengan keadaan, sebagai basis memadai bagi pendapatnya. Pertimbangannya harus merupakan pertimbangan berbasis informasi dari seorang profesional yang ahli.

TANGGUNG JAWAB TERHADAP PROFESI
Auditor independen juga bertanggung jawab terhadap profesinya, tanggung jawab untuk mematuhi standar yang diterima oleh para praktisi rekan seprofesinya. Dalam mengakui pentingnya kepatuhan tersebut, Ikatan Akuntan Indonesia telah menerapkan aturan yang mendukung standartersebut dan membuat basis penegakan kepatuhan tersebut, sebagai bagian dari Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia yang mencakup Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik.

PRINSIP-PRINSIP KODE ETIKA PERILAKU PROFESIONAL
Prinsip-prinsip aturan perilaku profesional mengandung 7 cakupan umum.
1. Suatu pernyataan dari maksud prinsip-prinsip tersebut.
Banyak dari kode etik AICPA yang dapat dilanggar tanpa harus melanggar hukum/peraturan. Alasan utama dari kode etik ini adalah menyemangati anggotanya untuk melatih disiplin diri di dalam/di luar hukum/peraturan
2. Tanggung jawab
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional CPA harus menggunakan pertimbangan profesional dan moral yang sensitif dalam semua aktifitasnya. Sebagaimana disebutkan dalam bab I, CPA/akuntan publik melaksanakan suatu peran penting di masyarakat. Mereka bertanggung jawab, bekerja sama satu sama lain untuk mengembangkan metode akuntansi dan pelaporan, memelihara kepercayaan publik, dan melaksanakan tanggung jawab profesi bagi sendiri.
3. Kepentingan publik
CPA wajib memberikan pelayanannya bagi kepentingan publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen serta profesionalisme. Salah satu tanda yang membedakan profesi adalah penerimaan tanggung jawabnya kepada publik. CPA diandalkan oleh banyak unsur masyarakat, termasuk klien, kreditor, pemerintah, pegawai, investor, dan komunitas bisnis serta keuangan. Kelompok ini mengandalkan obyektifitas dan integritas CPA untuk memelihara fungsi perdagangan yang tertib.
4. Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, CPA harus melaksanakan semua tanggung jawab profesionalnya dengan integritas tertinggi. Perbedaan karakteristik lainnya dari suatu profesi adalah pengakuan anggotanya akan kebutuhan memiliki integritas. Integritas menurut CPA bertindak jujur dan terus terang meskipun dihambat kerahasiaan klien. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dimanfaatkan untuk keuntungan pribadi. Integritas dapat mengakomodasi kesalahan akibat kurang berhati-hati dan perbedaan pendapat yang jujur, akan tetapi, integritas tidak dapat mengakomodasi kecurangan/pelanggaran prinsip.
5. Obyektifitas dan independensi
Seorang CPA harus mempertahankan obyektifitas dan bebas dari konflik kepentingan dalam melaksanakan tanggung jawab profesional. Seorang CPA dalam praktek publik harus independent dalam kenyataan dan dalam penampilan ketika memberikan jasa auditing dan jasa atestasi lainnya. Prinsip obyektifitas menuntut seorang CPA untuk tidak memihak, jujur secara intelektual, dan bebas dari konflik kepentingan. Independensi menghindarkan diri dari hubungan yang bisa merusak obyektifitas seorang CPA dalam melakukan jasa atestasi.
6. Kemahiran
Seorang CPA harus melakukan standar teknis dan etis profesi, terus berjuang meningkatkan kompetensi mutu pelayanan, serta melaksanakan tanggung jawab profesional dengan sebaik- baiknya. Prinsip kemahiran (due care) menuntut CPA untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya. CPA akan memperoleh kompetensi melalui pendidikan dan pengalaman dimulai dengan menguasai ilmu yang disyaratkan bagi seorang CPA. Kompetensi juga menuntut CPA untuk terus belajar di sepanjang karirnya.
7. Lingkup dan sifat jasa
Seorang CPA yang berpraktik publik harus mempelajari prinsip kode etik perilaku profesional dalam menentukan lingkup dan sifat jasa yang akan diberikan. Dalam menentukan apakah dia akan melaksanakan atau tidak suatu jasa, anggota AICPA yang berpraktik publik harus mempertimbangkan apakah jasa seperti itu konsisten dengan setiap prinsip perilaku profesional CPA.

Referensi:




Kamis, 22 Oktober 2015

Contoh evaluasi terhadap kode perilaku korporasi

PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI

Kejahatan Korporasi; kejahatan yang dilakukan oleh para karyawan atau pekerja terhadap korporasi, korporasi yang sengaja dibentuk dan dikendalikan untuk melakukan kejahatan
Pada awalnya korporasi atau badan hukum (rechtpersoon) adalah subjek yang hanya dikenal di dalam hukum perdata. Apa yang dinamakan badan hukum itu sebenarnya adalah ciptaan hukum, yaitu dengan menunjuk kepada adanya suatu badan yang diberi status sebagai subjek hukum, di samping subjek hukum yang berwujud manusia alamiah (natuurlijk persoon). Dengan berjalannya waktu, pesatnya pertumbuhan ekonomi dunia yang mengarah ke globalisasi dimana memberikan peluang yang besar akan tumbuhnyaperusahaan-perusahaan transnasional, maka peran dari korporasi makin sering kita rasakan bahkan banyak memengaruhi sektor-sektor kehidupan manusia. Dampak yang kita rasakan menurut sifatnya ada dua yaitu dampak positf dan dampak negatif. untuk yang berdampak positif, kita sependapat bahwa itu tidak menjadi masalah namun yang berdampak negatif inilah yang saat ini sering kita rasakan.
Tahun 1984, terjadi suatu tragedi yang menggemparkan dunia dimana terjadi bencana kimiawi akibat kebocoran gas pada pabrik milik Unicon Carbide India Limited, di Bhopal India. Tragedi tersebut kita kenal dengan Tragedi Bhopal, kejadian tersebut terjadi akibat buruknya sistem pengamanan dan tindakan penghematan baiaya yang berlebihan yang dilakukan oleh perusahaan tersebut. efek dari peristiwa tersebut dapat dirasakan hingga 20 tahun.
Tragedi Bhopal hanyalah sebagian kecil dari peristiwa yang diakibat oleh kegiatan korporasi di dunia ini. Masih banyak lagi contoh-contoh yang menunjukkan dampak negatif dari kegiatan korporasi. Di Indonesia mungkin peristiwa yang masih hangat yaitu peristiwa munculnya sumber lumpur di sidoarjo yang diindikasikan disebabkan oleh kegiatan pengeboran yang tidak memenuhi standar dilakukan oleh PT. Lapindo Brantas. Akibat peristiwa tersebut ribuan orang kehilangan tempat tinggal akibat terendam lumpur, belum lagi industri-industri disekitar semburan lumpur yang harus tutup akibat tidak bisa berproduksi yang mengakibatkan ribuan orang kehilangan pekerjaannya.

Kejahatan Korporasi (Corporate Crime)
Akibat semakin dirasakannya dampat negatif yang disebabkan oleh kegiatan korporasi, maka negara-negara maju khususnya yang perekonomiannya baik mulai mencari cara untuk bisa meminimalisir atau mencegah dampak tersebut salahsatunya dengan menggunakan istrumen hukum pidana (bagian dari hukum publik). Sebenarnya kejahatan korporasi (corporate crime) sudah dikenal lama dalam ilmu kriminologi. Di kriminologi sendiri corporate crime merupakan bagian dari kejahatan kerah putih (white collar crime). White collar crime sendiri diperkenalkan oleh pakar kriminologi terkenal yaitu E.H. Sutherland (1883-1950) dalam pidato bersejarahnya yang dipresentasikan "...at the thirty-fourth annual meeting of the American Sociological Society ini Philadelphia on 27 December 1939". semenjak itu banyak pakar hukum maupun kriminologi mengembangkan konsep tersebut.
Dalam perjalanannya pemikiran mengenai corporate crime, banyak menimbulkan pro dan kontra di kalangan ahli hukum khususnya hukum pidana. Di hukum pidana ada doktrin yang berkembang yaitu doktrin ''universitas delinquere non potest'' (korporasi tidak mungkin melakukan tindak pidana), ini dipengaruhi pemikiran, bahwa keberadaan korporasi di dalam hukum pidana hanyalah fiksi hukum yang tidak mempunyai mind, sehingga tidak mempunyai suatu nilai moral yang disyaratkan untuk dapat dipersalahkan secara pidana (unsur kesalahan). Padahal dalam suatu delik/Tindak pidana mensyaratkan adanya kesalahan (mens rea) selain adanya perbuatan (actus reus) atau dikenal dengan ''actus non facit reum, nisi mens sit rea''.
Namun masalah ini sebenarnya tidak menjadi masalah oleh kalangan yang pro terhadap pemikiran corporate crime. Menurut Mardjono Reksodiputro ada dua hal yang harus diperhatikan dalam menentukan tindak pidana korporasi yaitu, pertama tentang perbuatan pengurus (atau orang lain) yang harus dikonstruksikan sebagai perbuatan korporasi dan kedua tentang kesalahan pada korporasi. Menurut pendapat beliau, hal yang pertama untuk dapat dikonstruksikan suatu perbuatan pengurus adalah juga perbuatan korporasi maka digunakanlah “asas identifikasi” . Dengan asas tersebut maka perbuatan pengurus atau pegawai suatu korporasi, diidentifikasikan (dipersamakan) dengan perbuatan korporasi itu sendiri. Untuk hal yang kedua, memang selama ini dalam ilmu hukum pidana gambaran tentang pelaku tindak pidana masih sering dikaitkan dengan perbuatan yang secara fisik dilakukan oleh pembuat (fysieke dader) namun hal ini dapat diatasi dengan ajaran “pelaku fungsional” (functionele dader) . Dengan kita dapat membuktikan bahwa perbuatan pengurus atau pegawai korporasi itu dalam lalu lintas bermasyarakat berlaku sebagai perbuatan korporasi yang bersangkutan maka kesalahan (dolus atau culpa) mereka harus dianggap sebagai keasalahan korporasi.
Di negara-negara Common Law System seperti Amerika, Inggris, dan Kanada upaya untuk membebankan pertanggungjawaban pidana korporasi (corporate criminal liability) sudah dilakukan pada saat Revolusi Industri. Menurut Remy Sjahdeini ada dua ajaran pokok yang menjadi bagi pembenaran dibebankannya pertanggungjawaban pidana kepada korporasi. Ajaran-ajaran tersebut adalah doctrine of strict liability dan ''doctrine of vicarious liability''. Berdasarkan ajaran strict liability pelaku tindak pidana dapat diminta pertanggungjawabannya tanpa disyaratkannya adanya kesalahan sedangkan menurut ajaran vicarious liability dimungkinkan adanya pembebanan pertanggungjawaban pidana dari tindak pidana yang dilakukan.

KEJAHATAN KORPORASI

Aktris Julia Roberts meraih Academy Awards pada tahun 2001 melalui filmnya Erin Brokovich yang menceritakan tentang seorang paralegal bernama sama dengan judul film tersebut, yang mengangkat kasus nyata yang terjadi di Amerika Serikat, dimana perusahaan Pacific Gas and Electric (PG&E Corporation) yang mengetahui bahwa salah satu unit stasiun kompressornya di Hinckley telah mencemarkan air di daerah tersebut.  Perusahaan itu tidak mengumumkannya tetapi justru meyakinkan para penduduk setempat dengan memberikan laporan pemeriksaan air di Hinckley yang hasilnya menunjukkan bahwa air di daerah mereka aman untuk dikonsumsi.  Akibatnya, para pengguna air yang telah terkontaminasi menderita berbagai macam penyakit dan bahkan sampai meninggal dunia (industrial poisoning). Kasus ini menjadi salah satu kasus corporate crime terbesar dengan penjatuhan sanksi pidana berupa pembayaran ganti rugi dengan jumlah yang terbesar dalam sejarah Amerika Serikat.
Kejahatan korporasi (corporate crime) merupakan  salah satu wacana yang timbul dengan semakin majunya kegiatan perekenomian dan teknologi. Corporate crime bukanlah barang baru, melainkan barang lama yang senantiasa berganti kemasan.  Tidak ada yang dapat menyangkal bahwa perkembangan zaman serta kemajuan peradaban dan teknologi turut disertai dengan perkembangan tindak kejahatan berserta kompleksitasnya.   Di sisi lain, ketentuan Hukum Pidana yang berlaku di Indonesia belum dapat menjangkaunya dan senantiasa ketinggalan untuk merumuskannya. Salah satu contohnya adalah Tindak Pidana Pencucian Uang (money laundering) yang baru dikriminalisasi secara resmi pada tahun 2002.  Contoh lain adalah kejahatan dunia maya atau cyber crime yang sampai dengan saat ini pengaturannya masih mengundang tanda tanya.  Akibatnya, banyak bermunculan tindakan-tindakan atau kasus-kasus illegal, namun tidak dapat dikategorikan sebagaicrime.
Tindak pidana (crime) dapat diidentifikasi dengan timbulnya kerugian (harm), yang kemudian mengakibatkan lahirnya pertanggungjawaban pidana atau criminal liability.  Yang pada gilirannya mengundang perdebatan adalah bagaimana pertanggungjawaban korporasi atau corporate liability mengingat bahwa di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia yang dianggap sebagai subyek hukum pidana hanyalah orang perseorangan dalam konotasi biologis yang alami (naturlijkee person). Di samping itu, KUHP juga masih menganut asas sociates delinquere non potest dimana badan hukum atau korporasi dianggap tidak dapat melakukan tindak pidana.  Jika seandainya kegiatan atau aktivitas yang dilakukan untuk dan atas nama suatu korporasi terbukti mengakibatkan kerugian dan harus diberikan sanksi , siapa yang akan bertanggungjawab ?  Apakah pribadi korporasi itu sendiri atau para pengurusnya ?

Kejahatan Korporasi
Black’s Law Dictionary menyebutkan kejahatan korporasi atau corporate crime adalah any criminal offense committed by and hence chargeable to a corporation because of activities of its officers or employees (e.g., price fixing, toxic waste dumping), often referred to as “white collar crime.       
Kejahatan korporasi adalah tindak pidana yang dilakukan oleh dan oleh karena itu dapat dibebankan pada suatu korporasi karena aktivitas-aktivitas pegawai atau karyawannya (seperti penetapan harga, pembuangan limbah), sering juga disebut sebagai “kejahatan kerah putih”.
Sally. A. Simpson yang mengutip pendapat John Braithwaite menyatakan kejahatan korporasi adalah “conduct of a corporation, or employees acting on behalf of a corporation, which is proscribed and punishable by law“.
Simpson menyatakan bahwa ada tiga ide pokok dari definisi Braithwaite mengenai kejahatan korporasi. Pertama, tindakan ilegal dari korporasi dan agen-agennya berbeda dengan perilaku kriminal kelas sosio-ekonomi bawah dalam hal prosedur administrasi. Karenanya, yang digolongkan kejahatan korporasi tidak hanya tindakan kejahatan atas hukum pidana, tetapi juga pelanggaran atas hukum perdata dan administrasi. Kedua, baik korporasi (sebagai “subyek hukum perorangan “legal persons“) dan perwakilannya termasuk sebagai pelaku kejahatan (as illegal actors), dimana dalam praktek yudisialnya, bergantung pada antara lain kejahatan yang dilakukan, aturan dan kualitas pembuktian dan penuntutan.  Ketiga, motivasi kejahatan yang dilakukan korporasi bukan bertujuan untuk keuntungan pribadi, melainkan pada pemenuhan kebutuhan dan pencapaian keuntungan organisasional. Tidak menutup kemungkinan motif tersebut ditopang pula oleh norma operasional (internal) dan sub-kultur organisasional.
Kejahatan korporasi mungkin tidak terlalu sering kita sering dalam pemberitaan-pemberitaan kriminil di media. Aparat penegak hukum, seperti kepolisian juga pada umumnya lebih sering menindak aksi-aksi kejahatan konvensional yang secara nyata dan faktual terdapat dalam aktivitas sehari-hari masyarakat.  Ada beberapa beberapa faktor yang mempengaruhi hal ini.   Pertama, kejahatan-kejahatan yang dilaporkan oleh masyarakat hanyalah kejahatan-kejahatan konvensional.  Penelitian juga menunjukkan bahwa aktivitas aparat kepolisian sebagian besar didasarkan atas laporan anggota masyarakat, sehingga kejahatan yang ditangani oleh kepolisian juga turut bersifat konvensional. Kedua, pandangan masyarakat cenderung melihat kejahatan korporasi atau kejahatan kerah putih bukan sebagai hal-hal yang sangat berbahaya,dan juga turut dipengaruhi. Ketiga,  pandangan serta landasan hukum menyangkut siapa yang diakui sebagai subjek hukum pidana dalam hukum pidana Indonesia.  Keempat, tujuan dari pemidanaan kejahatan korporasi adalah lebih kepada agar adanya perbaikan dan ganti rugi, berbeda dengan pemidanaan kejahatan lain yang konvensional yang bertujuan untuk menangkap dan menghukum. Kelima, pengetahuan aparat penegak hukum menyangkut kejahatan korporasi masih dinilai sangat minim, sehingga terkadang terkesan enggan untuk menindaklanjutinya secara hukum.  Kelima, kejahatan korporasi sering melibatkan tokoh-tokoh masyarakat dengan status sosial yang tinggi.  Hal ini dinilai dapat mempengaruhi proses penegakan hukum.
Kitab Undang-undang Hukum Pidana Indonesia memang hanya menetapkan bahwa yang menjadi subjek tindak pidana adalah orang persorangan (legal persoon). Pembuat undang-undang dalam merumuskan delik harus memperhitungkan bahwa manusia melakukan tindakan di dalam atau melalui organisasi yang, dalam hukum keperdataan maupun di luarnya (misalnya dalam hukum administrasi), muncul sebagai  satu  kesatuan  dan karena  itu diakui  serta  mendapat  perlakuan  sebagai badan hukum atau korporasi. Berdasarkan KUHP, pembuat undang-undang akan merujuk pada pengurus atau komisaris korporasi jika mereka berhadapan dengan situasi seperti itu.   Sehingga,  jika  KUHP Indonesia saat ini tidak bisa dijadikan sebagai  landasan untuk pertanggungjawaban pidana oleh korporasi, namun hanya dimungkinkan pertanggungjawaban oleh pengurus korporasi.   Hal ini bisa kita lihat dalam pasal 398 KUHP yang menyatakan bahwa jika seorang pengurus atau komisaris perseroan terbatas, maskapai andil Indonesia atau perkumpulan korporasi yang dinyatakan dalam keadaan pailit atau yang diperintahkan penyelesaian oleh pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun 4 bulan: 1. jika yang bersangkutan turut membantu atau mengizinkan untuk melakukan perbuatan-perbuatan  yang bertentangan dengan anggaran dasar, sehingga oleh karena itu seluruh atau sebagian besar dari kerugian diderita oleh perseroan, maskapai, atau perkumpulan…(dan seterusnya).
Di Belanda sendiri, sebagai tempat asal KUHP Indonesia, pada tanggal 23 Juni 1976, korporasi diresmikan sebagai subjek hukum pidana dan ketentuan ini dimasukkan kedalam pasal 51 KUHP Belanda (Sr.), yang isinya menyatakan antara lain:
1. Tindak pidana dapat dilakukan baik oleh perorangan maupun korporasi;
2. Jika suatu tindak pidana dilakukan oleh korporasi, penuntutan pidana dapat dijalankan dan sanksi pidana maupun tindakan yang disediakan dalam perundang-undangan—sepanjang berkenaan dengan korporasi—dapat dijatuhkan.  Dalam hal ini, pengenaan sanksi dapat dilakukan terhadap
2.1. korporasi sendiri, atau
2.2. mereka yang secara faktual memberikan perintah untuk melakukan tindak pidana yang dimaksud, termasuk mereka yang secara faktual memimpin pelaksanaan tindak pidana dimaksud, atau
2.3. korporasi atau mereka yang dimaksud di atas bersama-sama secara tanggung renteng.
1. Berkenaan dengan penerapan butir-butir sebelumnya, yang disamakan dengan korporasi: persekutuan bukan badan hukum, maatschap (persekutuan perdatan), rederij (persekutuan perkapalan) dan doelvermogen (harta kekayaan yang dipisahkan demi pencapaian tujuan tertentu; social fund atau yayasan).
Meskipun KUHP Indonesia saat ini tidak mengikutsertakan korporasi sebagai subyek hukum yang dapat dibebankan pertanggungjawaban pidana, namun korporasi mulai diposisikan sebagai subyek hukum pidana dengan ditetapkannya UU No.7/Drt/1955 tentang Pengusutan, Penuntutan dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi.
Kemudian kejahatan korporasi juga diatur dan tersebar dalam berbagai undang-undang khusus lainnya dengan rumusan yang berbeda-beda mengenai “korporasi”, antara lain termasuk pengertian badan usaha, perseroan, perusahaan, perkumpulan, yayasan, perserikatan, organisasi, dan lain-lain, seperti :
- UU No.11/PNPS/1964 tentang Pemberantasan Kegiatan Subversi
- UU No.38/2004 tentang Jalan
- UU No.31/1999  jo. UU No.21 tahunn 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana   Korupsi dan lain-lain
Dalam literatur Indonesia juga ditemukan pandangan yang turut untuk mewacanakan menempatkan korporasi sebagai subyek hukum pidana. Seperti misalnya Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, SH, dalam bukunya “Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia”, menyatakan :
Dengan adanya perkumpulan-perkumpulan dari orang-orang, yang sebagai badan hukum turut serta dalam pergaulan hidup kemasyarakatan, timbul gejala-gejala dari perkumpulan itu, yang apabila dilakukan oleh oknum, terang masuk perumusan pelbagai tindak pidana.  Dalam hal ini, sebagai perwakilan, yang kena hukuman pidana adalah oknum lagi, yaitu orang-orang yang berfungsi sebagai pengurus dari badan hukum, seperti misalnya seorang direktur dari suatu perseroan terbatas, yang dipertanggungjawabkan.  Sedangkan mungkin sekali seorang direktur itu hanya melakukan saja putusan dari dewan direksi.  Maka timbul dan kemudian merata gagasan, bahwa juga suatu perkumpulan sebagai badan tersendiri  dapat dikenakan hukuman pidana sebagai subyek suatu tindak pidana.
Di Indonesia, salah satu peraturan yang mempidanakan kejahatan korporasi adalah Undang-undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Lingkungan  Hidup.  Hal ini dapat dilihat dari isi pasal 46  yang mengadopsi doktrin vicarious liability.
Meskipun tidak digariskan secara jelas seperti dalam KUHP Belanda, berdasarkan sistem hukum pidana di Indonesia pada saat ini terdapat 3 bentuk pertanggungjawaban pidana dalam kejahatan korporasi berdasarkan regulasi yang sudah ada, yaitu dibebankan pada korporasi itu sendiri, seperti diatur dalam Pasal 65 ayat 1 dan 2 UU No.38/2004 tentang Jalan. Kemudian dapat pula dibebankan kepada organ atau pengurus korporasi yang melakukan perbuatan atau mereka yang bertindak sebagai pemimpin dalam melakukan tindak pindana, seperti yang diatur dalam pasal 20 ayat 2 UU No.31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi dan UU No.31/2004 tentang Perikanan.  Kemudian kemungkinan berikutnya adala dapat dibebankan baik kepada pengurus korporasi sebagai pemberi perintah atau pemimpin dan juga dibebankan kepada koorporasi, contohnya seperti dalam pasal 20 ayat 1 UU No.31/1999.

sumber:
http://123mamung.blogspot.co.id/2013/11/contoh-pelanggaran-korporasi.html
http://travoltagama.blogspot.co.id/2015/02/kasus-kejahatan-korporasi-kasus-pt.html
http://www.kompasiana.com/tmr1/kejahatan-korporasi-dalam-penerapan-sanksi-hukum_54f7867fa333112c6f8b473d
http://winamayang.blogspot.co.id/2013/11/kejahatan-korporasi-di-bidang-ekonomi.html

http://www.slideshare.net/ahmadfajarjabrik/isi-makalah-etika-bisnis

Jumat, 16 Oktober 2015

Gambaran umum etika

Pengertian Etika:
No
Nama
Tahun
Keterangan
1.
K. Bertens
1994
Etika adalah nilai atau norma yang menjadi pegangan seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
2.
Sumaryono
1995
Etika berkembang menjadi studi tentang manusia berdasarkan kesepakatan menurut ruang dan waktu yang berbeda, yang menggambarkan perangai manusia dalam kehidupan manusia pada umumnya. Selain itu etika juga berkembang menjadi studi tentang kebenaran dan ketidakbenaran berdasarkan kodrat manusia yang diwujudkan melalui kehendak manusia.
3.
Martin
1993
Etika didefiniskansebagai The discipline which can act as the performance index or reference for our control system.
4.
KBBI
1995
Etika adalah nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
5.
Abdullah
2006
Etika berasal dari bahasa Yunani, ethos, yang bermakna kebiasan atau adat istiadat.
6.
Riady
2008
Etika dalam bahasa latin diartikan sebagai Moralis yang bermakna adat istiadat yang realistis bukan teoritis.
7.
Keraf
1991
Terdapat dua macam etika, yaitu etika deskriptif dan etika normative.
8.
Maryani & Ludigdo
2001
Etika adalah seperangkat aturan dan norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang dianut oleh sekelompok atau segolongan masyarakat atau profesi.
9.
Suseno
1987
Etika sebenarnya lebih banyak bersangkutan dengan prinsip-prinsip dasar pembenaran dalam hubungan tingkah laku manusia.
10.
Brooks
2007
Etika adalah cabang dari filsafat yang menyelidiki penilaian normatif tentang apakah perilaku ini benar atau apa yang seharusnya dilakukan. Kebutuhan akan etika muncul dari keinginan untuk menghindari permasalahan – permasalahan di dunia nyata.
11.
WJS. Poerwadarminta
1992
Etika adalah ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral)
12.
Drs.O.P. Simorangkir
-
etika atau etik dapat diartikan sebagai pandangan manusia dalam berperilaku menurut ukuran dan nilai baik.
13.
Drs.H. Burhanudin Salam
-
etika merupakan cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya.
14.
Ahmad Amin
-
Mengungkapkan bahwa etika memiki arti ilmu pengetahuan yang menjelaskan arti baik atau buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia, menyatakan tujuan yang harus dicapai oleh manusia dalam perbuatan dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat oleh manusia.

Pengertian Egois



No
Nama
Tahun
Keterangan
1.
-
-
Egois yaitu orang yang suka mengutamakan atau menonjolkan diri serta bermegah-megah.
2.
Michele Borba, Ed. D
dalam bukunya Don’t Give Me that Attitude!: 24 Selfish, Rude Behaviors and How to Stop Them
Anak yang selfish alias egois adalah anak-anak yang tidak senang menjadi bagian dari sekitarnya. Mereka selalu menginginkan segala sesuatu sesuai dengan cara mereka, meletakkan kebutuhan dan urusan mereka di atas yang lainnya, dan jarang sekali mempertimbangkan perasaan orang lain.

3.
-
-
Egoisme adalah cara untuk mempertahankan dan meningkatkan pandangan yang menguntungkan bagi dirinya sendiri, dan umumnya memiliki pendapat untuk meningkatkan citra pribadi seseorang dan pentingnya intelektual, fisik, sosial dan lainnya. Egoisme ini tidak memandang kepedulian terhadap orang lain maupun orang banyak pada umunya dan hanya memikirkan diri sendiri.
4.
Lopce Simoes
2012
Egois itu ga jujur. Berusaha menyenangkan orang lain, padahal tujuan utamanya adalah untuk kepentingan diri sendiri.
5.
-
-
egois, yaitu sifat yang menilai sesuatu berdasarkan kepentingan diri sendiri dan meremehkan orang lain.
6.
-
-
Egois berasal dari kata ego, ego itu adalah aku dalam bahasa Yunani, jadi orang yang disebut egois orang yang memang mementingkan dirinya, mementingkan akunya. Jadi yang saya maksud egois adalah sikap mementingkan diri di atas kepentingan orang lain tanpa batas. Artinya tidak mengenal kondisi, dalam pengertian dengan siapakah kita bersama.
7.
-
-
Pada dasarnya sikap egois atau orang yang egois memiliki sifat serakah meskipun tidak selalu nampak bahwa itu serakah. Orang yang egois sebetulnya menyimpan ketakutan dan kekhawatiran akan kehilangan apa yang menjadi miliknya atau haknya. Dan sebetulnya orang tersebut memiliki kebutuhan yang besar akan ketenteraman atau keamanan.



Basis Teori Etika

a.      Etika Teleologi
            Di dalam etika teleology terdapa dua aliran etika teleologi yang harus dipahami yaitu :
·  Egoisme Etis
            Inti pandangan egoisme adalah bahwa tindakan dari setiap orang pada dasarnya bertujuan untuk mengejar pribadi dan memajukan dirinya sendiri. Satu-satunya tujuan tindakan moral setiap orang adalah mengejar kepentingan pribadi dan memajukan dirinya. Egoisme ini baru menjadi persoalan serius ketika ia cenderung menjadi hedonistis, yaitu ketika kebahagiaan dan kepentingan pribadi diterjemahkan semata-mata sebagai kenikmatan fisik yg bersifat vulgar.

·  Utilitarianisme
            Kata utilitarianisme berasal dari bahasa latin yaitu utilis yang berarti “bermanfaat”. Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja  satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan. Dalam rangka pemikiran utilitarianisme, kriteria untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan adalah “the greatest happiness of the greatest number, kebahagiaan terbesar dari jumlah orang yang terbesar.

b.      Deontologi
            Istilah deontologi berasal dari kata  Yunani ‘deon’ yang berarti kewajiban.
‘Mengapa perbuatan ini baik dan perbuatan itu harus ditolak sebagai buruk’, deontologi menjawab : ‘karena perbuatan pertama menjadi kewajiban  kita dan karena perbuatan kedua dilarang yang menjadi dasar baik buruknya perbuatan adalah kewajiban. Pendekatan deontologi sudah diterima dalam konteks agama, sekarang merupakan juga salah satu teori etika yang terpenting.

c.       Teori Hak
        Dalam pemikiran moral dewasa ini barangkali teori hak ini adalah pendekatan yang paling banyak dipakai untuk mengevaluasi  baik buruknya  suatu perbuatan atau perilaku. Teori Hak merupakan suatu aspek  dari teori deontologi, karena berkaitan dengan kewajiban. Hak dan kewajiban bagaikan dua sisi uang logam yang sama.Hak didasarkan atas martabat manusia dan martabat semua manusia itu sama. Karena itu hak sangat cocok dengan suasana pemikiran demokratis.

d.      Teori Keutamaan (Virtue)
           memandang  sikap atau akhlak seseorang tidak ditanyakan apakah suatu perbuatan tertentu adil, atau jujur, atau murah hati dan sebagainya.Keutamaan bisa didefinisikan  sebagai berikut : disposisi watak  yang telah diperoleh  seseorang dan memungkinkan  dia untuk bertingkah laku baik secara moral.


 Sumber:
http://popyalawiyah.blogspot.co.id/2015/01/tugas-1-opini-tentang-deskripsi-etika.html
http://ashibly.blogspot.co.id/2011/07/bahan-ajar-etika-bab-1.html
http://filiandina.blogspot.co.id/2014/10/pendahuluan-etika-sebagai-tinjauan.html
http://bening-amrullah.blogspot.co.id/2012/10/etika-egoisme-dan-hedonisme.html
http://zachrameisela.blogspot.co.id/2013/09/pengertian-etika-prinsip-prinsip-etika.html
pan>
http://ngopibro.blogspot.co.id/2013/09/pengertian-etika-me
http://ghitanatalia.blogspot.co.id/2013/10/etika-profesi-dan-etika-profesi.html
http://widyazaryani.blogspot.co.id/2012/10/hedonisme-dan-egoisme.html
http://www.edupai.web.id/2012/05/ananiah-hasad-gadab-gibah-namimah.html
https://psikologi2009.wordpress.com/2011/04/16/psikologi-apa-yang-dimaksud-egoegoisegoismeegoistik-dan-egosentrik/